Rabu, 18 Maret 2009

Drama

Pengertian Drama

Perkembangan drama di Indonesia akhir-akhir ini begitu pesat. Hal ini terlihat dari banyaknya pertunjukan drama di televisi, drama radio, drama kaset, dan juga drama pentas. Begitu populer dan begitu akrabnya drama dalam kehidupan kita, sehingga semua orang merasa sudah mengerti dan memahami drama.
Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas. Drama adalah potret kehidupan manusia, potret suka duka, pahit manis, dan hitam putih kehidupan manusia. Melihat drama, penonton seolah-olah melihat kejadian dalam masyarakat. Kadang-kadang konflik yang disajikan dalam drama sama dengan konflik batin mereka sendiri.
Drama berasal dari bahasa Yunani, draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi. Tarigan mengemukakan (1984:70) dari segi etimologinya, drama mengutamakan perbuatan gerak yang merupakan inti hakekat setiap karangan yang bersifat drama. Maka tidak heran jika Moulton mengatakan bahwa drama adalah hidup yang ditampilkan dalam gerak (life presented in action) ataupun Bathazar Verhagen yang mengemukakan bahwa drama adalah kesenian melukis sifat dan sikap manusia dengan gerak. Dalam kehidupan saat ini, drama mengandung arti yang lebih luas ditinjau apakah drama sebagai salah satu genre sastra ataukah drama itu sebagai cabang kesenian yang mandiri.
Webster mengungkapkan pengertian drama sebagai berikut.
A composition in verse or prose arranged for enactment (as by actors on a stage) and intended to potray life or to tell a story through the action and use dialogue the actors.

Berdasarkan pengertian tersebut ada empat hal yang harus diperhatikan, yaitu komposisi, potret kehidupan, lakuan, dan dialog. Yang dimaksud dengan komposisi adalah suatu susunan karangan yang sudah mapan. Dengan demikian, karangan ini sudah dapat dinikmati sesuai dengan keadaannya. Sedangkan yang dimaksud dengan potret kehidupan adalah kehidupan faktual yang diangkat dalam karya sastra dan dapat dikembalikan dalam kehidupan itu sendiri.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) drama adalah komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (acting) atau dialog yang dipentaskan. Sedangkan menurut Ghazali (1984) drama adalah cerita yang berlandaskan pada konflik yang terjadi dalam kehidupan manusia, bentuknya tertulis dalam bentuk dialog dan untuk tujuan pementasan. Lebih lanjut, Soemanto (2003) mengatakan drama adalah suatu bentuk seni yang bercerita lewat percakapan dan action tokoh-tokohnya.
Lakuan atau action pada dasarnya adalah tindakan atau gerak-gerik yang terdapat dalam drama yang sudah diperankan oleh pemeran naskah drama yang dipentaskan. Misalnya, berjalan, berlari, jongkok, marah, sedih, dan lain-lain merupakan salah satu bentuk lakuan yang ada di dalam drama. Dialog merupakan percakapan antara dua orang pelaku dalam drama sehingga terjadilah komunikasi yang mirip dengan kehidupan sehari-hari.
Berbeda dengan konsep drama yang diungkapkan oleh Bernhart (1953:365) sebagai berikut.
A composition in prose or verse presenting in dialogue or pantomime a story involving conflict or contrast of character, esp. one intended to be acted on the stage.
Hal-hal yang perlu dicatat dalam uraian di atas adalah konflik dan kontras. Drama merupakan seni konflik. Konflik yang terjadi pada drama merupakan unsur esensial. Konflik yang sering kita temukan dalam drama adalah konflik antara manusia dengan manusia dan manusia dengan masyarakat (Maryaeni, 1992:7—10).
Di dalam drama, konflik dan kontras ditunjukkan secara jelas. Kita dapat menelaah pelaku yang manakah menjadi tokoh protagonis dan yang manakah yang menjadi tokoh antagonis. Inilah esensi drama sebagai karya sastra yang selalu menghadirkan permasalahan dalam kehidupan, terutama dalam penyelesaian. Walaupun pada akhirnya terdapat kesimpulan akhir yang mungkin tidak selalu menyenangkan, intinya permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan baik.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa drama adalah suatu karya sastra yang bertujuan untuk menggambarkan kehidupan manusia melalui dialog dan lakuan. Tanpa dialog dan lakuan, drama belum dapat dikatakan sebagai drama. Ia hanya merupakan karya sastra yang dibaca dan ditelaah sesuai dengan keberadaan karya sastra. Dengan kata lain, drama dapat dikatakan sebagai drama apabila tersusun atas komposisi yang bagus dan baku, terdiri atas dialog-dialog yang menggambarkan karakter masing-masing tokoh, dan lakuan-lakuan yang menyertai dialog sebagai pengejawantahan karakter dalam drama itu sendiri dan menggambarkan kehidupan manusia secara mikro dan makro.


Bentuk dan Jenis Drama

Klasifikasi drama didasarkan atas jenis stereotip manusia dan tanggapan manusia terhadap hidup dan kehidupan. Seorang pengarang drama dapat menghadapi kehidupan ini dari sisi yang menggembirakan dan sebaliknya dapat juga dari sisi yang menyedihkan. Bentuk dan jenis-jenis drama diantaranya sebagai berikut.

2.1. Drama Berdasarkan Bentuk Bahasa
(1) Drama Puisi
Drama puisi (naskah puisi) adalah drama yang struktur kata-katanya dipengaruhi oleh ritme dan rima puisi. Kecenderungan utamanya adalah pada bentuk sajak. Bentuk drama ini sulit disajikan atau dipentaskan karena materi pemain yang kuat, artinya pelaku dituntut untuk berperan ganda. Selain berperan sebagai aktor teater, pelaku juga dituntut berperan sebagai pembaca puisi yang baik. Bentuk penampilannya pun sangat berbeda dengan bentuk drama yang lain, karena alur puitisnya harus diikuti dengan benar. Misalnya:
Kapitan : Laut terbuis gelombang
Mendung memburu
Tenggara, selatan
Bola-bola hitam memanjang!
Penyair : Angin membiarkan, Kapitan!
Cakrawala resah
Tangan-tangan pirang melintang
Menggaris biru lautan
Malam terlempar liar
Jiwa dihujan sekitar
Kapitan : Biru mendung mengabar kepadaku
Balik bibir langit
Jentera cerah melambai
Mengisar pusar badai
Berujung pagi kita menjangkau pantai
(Tarigan, 1984:91)
(2) Drama Prosa
Drama prosa adalah drama yang diwarnai oleh struktur prosa fiksi secara umum. Dialog yang disajikan oleh penulis mudah dipahami, artinya tidak banyak menimbulkan permasalahan ketika menelaah atau menampilkan drama bentuk prosa ini. Misalnya:
Miah : Jangan begitu ah! Aku tak suka dicium.
Kiman : Ala, seperti aku ini tak bayar saja.
Miah : Kau ’kan biasanya ’ngutang satu hari.
Kiman : Muka macam muka wayang saja mesti bayar kontan.
Miah : Setan kau. Pergi sana sama gadismu, kau bisa puas lihat muka puteri kayangan. Kau kan punya bini, buat apa kemari.
Kiman : Ssst......kau bikin bangun orang sekampung saja.
Miah : Habis, mulutmu pesing bau jengkol.
(Tarigan, 1984: 89—90)

(3) Drama Prosa Puisi
Drama prosa puisi adalah drama yang menyajikan unsur prosa fiksi secara umum dan struktur kata-katanya dipengaruhi oleh ritme dan rima puisi. Ada penggabungan dua unsur yang berbeda dalam drama ini. Apabila ditelaah dan diteliti melalui suatu pementasan, terdapat dua unsur yang sangat berbeda dalam drama ini. Unsur prosa merupakan unsur yang dominan, sedangkan unsur puisi hanya bersifat penunjang, dengan kata lain menegaskan situasi perasaan dan hati pada saat pelaku membaca atau melantunkan puisinya. Misalnya:
Alonso : Juga Triculo sempoyongan; tapi di mana? Mereka dapat cairan emas yang cemerlang itu? He, dari mana kau dapat air asin ini?
Triculo : Sejak saya lihat tuan akhir kali, saya kecimpung di air asin; jangan-jangan tak akan keluar lagi dari tulang-tulang.
Saya tak takut lagi digigit nyamuk.
Sebastian: Hai, Stefano, apa kabar?
Stefano : O, jangan disentuh! Saya bukan Stefano lagi, tapi kejang melulu.
Prosfero : Kau ingin jadi raja di Pulau ini, Buyung?
Stefano : Kalau jadi, saya cuma saja tersepit.
Alonso : (menuding pada Caliban)
Tak pernah kulihat makhluk seaneh ini.
Prosfero : Lahir batin ia sama jeleknya
He, buyung, masuklah di pondokku
Dengan kawan-kawanmu; dan jika butuh
Ampunku, bersihkan bilik dengan rapi
(Tarigan, 1984:94)

(4) Drama Simbolis
Drama simbolis atau drama lambang adalah drama yang menggunakan lambang, artinya pelukisan lakon tidak langsung ke sasaran tetapi menggunakan simbol atau lambang. Drama simbolis ini sulit dipahami karena banyak menghadirkan simbol-simbol yang harus dicerna dan diapresiasi secara matang. Isi drama ini menyatakan sesuatu yang sangat penting dan rahasia dengan tujuan agar tidak semua orang memahami maksudnya.
Bebasari karya Rustam Effendy merupakan contoh drama simbolis. Tokoh-tokohnya ada yang dipergunakan penulis untuk melambangkan penjajah Angkara Murka (Rahwana) dan ada yang digunakan penulis untuk melambangkan bangsa Indonesia yang dicengkeram penjajah tetapi ingin bebas (Bebasari).
Drama-drama pada zaman penjajahan Jepang dapat diklasifikasikan ke dalam bentuk drama simbolis. Penulis tidak secara terus terang mengumpat dan mengolok-olok atau menghina pemerintah Jepang pada saat itu. Hal ini disebabkan semata-mata oleh alasan politis atau keselamatan diri sendiri. Catatan penting mengenai bentuk drama ini adalah hampir seluruh naskah drama tersaji dalam bentuknya yang simbolis, tidak ada yang terang-terangan atau blak-blakan.

2.2 Drama Berdasarkan Bentuk Penampilan

(1) Sandiwara
Asal usul sandiwara adalah teater rakyat. Karena ia lahir dari teater rakyat, maka bentuk penampilannya pun tidak jauh berbeda dengan teater rakyat pada umumnya. Salah satunya adalah akrab dengan penonton atau penikmat atau penonton dari asal muasal dan pemain berada dalam satu arena permainan. Arena permainan yang tidak dibatasi oleh garis pemisah yang jelas menyebabkan terjalinnya keakraban antara pemain dan penonton, sedangkan dalam perkembangan selanjutnya, sandiwara sudah memanfaatkan panggung/pentas yang memiliki batas tegas antara pemain dan penonton.
(2) Sendratari
Dalam drama bentuk ini tidak mengandung unsur dialog. Ia tersaji dalam bentuknya yang khas, yaitu tari, hanya unsur tarilah yang memiliki alur cerita. Kepentingan utama dalam sendratari adalah gerak-gerak tubuh yang lentur dan sesuai dengan irama gamelan. Berdasarkan kenyataan ini, penonton disuguhi keindahan gerak para penari yang lemah gemulai dan diminta untuk memaknai tarian tersebut.
(3) Pantomim
Pantomim adalah drama yang disajikan dalam bentuk gerak. Corat-coret wajah dengan tatarias merupakan salah satu ciri khas pantomim. Gerak-gerak dalam pantomim lebih menarik apabila disertai dengan irama musik sehingga gerak-gerak tersebut tampak lebih indah dan sesuai dengan tujuan ditampilkannya pantomim. Di samping itu, musik merupakan salah satu aspek pendukung dan penguat suasana (mood). Demikian pula dengan mimik dan ekspresi, memegang peranan yang penting untuk dipahami dengan mudah oleh penonton. Makna dan cerita yang ditampilkan dalam pantomim hanya dapat diamati melalui gerak-gerik tubuh yang lentur, mimik, serta ekspresi pemain pantomim.
(4) Tableau
Tableau merupakan drama yang disajikan dalam bentuk cakapan atau dialog tanpa menghadirkan unsur gerak. Bentuk ini merupakan kebalikan bentuk pantomim dan sendratari. Kefasihan pelafalan vokal sangat dipentingkan dalam tableau. Ia tidak menghadirkan gerak sama sekali, karena tujuan yang ingin disampaikan adalah pesan-pesan secara lisan maupun lingual.
(5) Opera/operet
Opera atau operet adalah drama yang disajikan dalam bentuk nyanyian. Nyanyianlah yang menggerakkan lakuan dalam bentuk drama ini. Dengan kata lain, unsur gerak dan peristiwa yang terjalin dalam drama bentuk ini tersaji melalui nyanyian sehingga nyanyian merupakan unsur yang sangat dominan dalam drama bentuk ini. Tanpa nyanyian, drama ini tidak dapat dipentaskan. Drama ini sangat bergantung pada isi dan suasana (mood) nyanyian. Apabila nyanyian bersituasi sedih, maka lakuan yang menyertainya adalah lakuan yang mengambarkan kesedihan, dan sebagainya.
Sesuai dengan perkembangannya, drama ini sudah mengkombinasikan dengan unsur gerak dan pembacaan puisi (mirip dialog), sehingga alur pementasan semakin tampak jelas. Begitu pula dengan tokoh-tokoh yang membawakannya juga semakin jelas karakterisasinya.

2.3 Drama Berdasarkan Media Penyampaiannya
(1) Drama Radio
Drama radio mementingkan dialog yang diucapkan lewat media radio. Drama bentuk ini bertujuan untuk diperdengarkan oleh pendengar bukan ditonton. Jenis drama ini biasanya direkam melalui kaset. Yang diutamakan dalam drama ini adalah aspek audio. Dengan demikian, pendengar diharuskan untuk menggambarkan lakuan-lakuan yang kemungkinan sesuai dengan dialog yang diucapkan para tokoh.
Berdasarkan karakteristik tersebut, vokal pelaku sangat dominan dalam menyajikan drama ini, sehingga pendengar mengetahui secara pasti perbedaan masing-masing karakter dalam lakon. Selain warna vokal dan pelaku, unsur musik juga tidak kalah penting, karena musik dapat menciptakan dampak emosional pada pendengar.
(2) Drama Televisi
Drama televisi memiliki persamaan dengan drama radio, hanya ditambah dengan aspek gerak yang dapat kita saksikan melalui layar kaca sehingga unsur audiovisual terjadi dalam drama ini. Penyusunan drama televisi sama dengan penyusunan naskah film. Oleh karena itu, drama televisi membutuhkan skenario. Dalam skenario tidak boleh diabaikan petunjuk teknis yang lengkap dan terperinci. Ada yang disebut bahasa film, yaitu adegan diam dan hanya menunjukkan gejolak perasaan pelaku. Dapat juga hanya menunjukkan perkembangan kejadian yang cukup lama. Hal ini tentu tidak dilukiskan dalam dialog, tetapi dilukiskan melalui narasi. Dalam penyajiannya pun benar-benar menggambarkan pergolakan psikis para pemirsa.
Kelebihan drama televisi adalah dalam hal melukiskan flash back. Dalam drama pentas biasa dan dalam sandiwara radio, sukar sekali untuk melukiskan flash back. Dalam drama televisi banyak kita jumpai flash back yang biasanya memperhidup lakon dan menciptakan variasi.
(3) Drama Panggung
Drama panggung segala sesuatunya bisa dinikmati secara langsung. Dihadirkan di tengah penonton yang banyak jumlahnya. Penonton dapat melihat dan menangkap secara jelas lakuan dan dialog pelaku drama ini.

2.4 Drama Berdasarkan Isi
(1) Drama Tragedi
Tragedi atau drama duka adalah drama yang melukiskan kisah sedih yang besar dan agung. Drama ini merupakan perwujudan kesedihan dan kenistaan yang selalu dialami manusia secara umum. Pengarang secara bervariasi ingin melukiskan keyakinannya tentang ketidaksempurnaan manusia dan berusaha menempatkan dirinya secara tepat di dalam kemelut kehidupan manusia itu.
Unsur cerita drama ini menghadirkan masalah yang nyaris memilukan. Penonton dibawa kepada situasi yang mengharukan, sehingga mau tidak mau penonton ikut serta merasakan kesedihan yang dialami masing-masing tokoh atau pun tokoh utamanya saja. Drama tragedi dibatasi sebagai drama duka yang berupa dialog bersajak yang menceritakan tokoh utama yang menemui kehancuran karena kelemahannya sendiri, seperti keangkuhan dan sifat iri hati.
Dengan kata lain, drama ini juga disebut drama serius yang melukiskan titik kisah diantara para tokoh utama dan kekuatan yang luar biasa yang berakhir dengan malapetaka atau kesedihan. Drama trilogi karya Sophocles merupakan contoh yang paling tepat mewakili drama Yunani. Ketiga tragedi Sophocles itu diantaranya, Oedipus Sang Raja, Oedipus di Kolonus, dan Antigone. Ketiganya pernah dipentaskan oleh Rendra dengan Bengkel Teaternya.
Kekhasan drama ini adalah (1) penggarapan cerita dan subjek yang bersifat serius, karena ia diberi beban untuk memainkan peran sesuai dengan tuntutan ceritanya, (2) pelaku utama merupakan orang penting yang herois. Kedudukan pelaku utama dalam drama ini sangat mutlak dan penting sekali karena dialah pengemban tema cerita secara keseluruhan. Berdasarkan keadaan ini, pelaku utama diperlakukan sebagai seorang pahlawan yang pada mulanya sengsara dan pada akhirnya bahagia, (3) semua insiden harus wajar, apa yang harus terjadi terjadilah. Semakin dibuat-buat drama ini akan menghilangkan aspek tragis yang dikandungnya. Karena itu, segala sesuatu berjalan secara wajar, lugu, dan dalam batas-batas rasional, (4) kasihan, sedih, terharu, iba, takut, dan menyayat merupakan emosi-emosi utama, dan (5) berakhir dengan kesedihan atau kesengsaraan, sad ending meskipun tidak mutlak.
(2) Drama Komedi
Komedi adalah drama ringan yang sifatnya menghibur dan di dalamnya terdapat dialog kocak yang bersifat menyindir dan biasanya berakhir dengan kebahagiaan. Drama ini melukiskan kelucuan dalam kehidupan dan menimbulkan tawa dan keceriaan. Pementasan drama ini pada hakikatnya bertujuan mengajak penonton bergembira dan masuk dalam suasana yang riang dan ceria. Lelucon bukan tujuan utama dalam komedi, tetapi drama ini bersifat humor dan pengarangnya berharap akan menimbulkan kelucuan atau tawa riang. Kelucuan yang dimaksud dapat terjadi bukan karena materi cerita, melainkan ulah pelaku di pentas. Postur tubuh pelaku dapat menimbulkan kegelian juga walaupun dialog dan perannya tidak sengaja melucu. Dalam cerita jenaka kita mengenal tokoh-tokoh Pak pandir, Pak Belalang, Si Luncai, Musang Berjanggut, Abu Nawas, dan Si Kabayan yang merupakan tokoh lucu.
Kekhasan drama ini adalah (1) memberlakukan subjek dalam tendensi yang ringan dan ceria, (2) menyajikan kejadian-kejadian yang kemungkinan besar terjadi dalam kehidupan keseharian, (3) pada umumnya menyajikan tentang kesenangan kehidupan, bukan pada sisi lainnya, (4) segala yang terjadi muncul dari tokoh bukan berdasarkan situasi. Situasilah yang harus diciptakan oleh tokoh, sehingga dapat menimbulkan tawa keriangan, dan (5) kelucuan yang dihasilkan merupakan sejenis humor yang serius, tidak artifisial.
(3) Drama Tragikomedi
Drama duka ria merupakan drama campuran antara tragedi dan komedi. Perwujudannya adalah drama ini menyajikan materi cerita yang mengandung kesedihan, tetapi juga diselingi dengan keceriaan akibat ulah pelaku. Dalam lakuan yang dilakukan pemain dapat diwujudkan dalam bentuk-bentuk lakuan yang menggelikan dan humor. Ada kelucuan dalam kesedihan dan ada kesedihan dalam kelucuan. Pemunculan drama jenis ini, lebih sering diwujudkan dalam bentuk penampilan drama absurd atau kontemporer.
(4) Melodrama
Melodrama adalah lakon yang sangat sentimental, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan mengharukan. Penggarapan alur dan penokohan yang kurang dipertimbangkan secara cermat, maka cerita seperti dilebih-lebihkan sehingga kurang meyakinkan penonton.
Tokoh dalam melodrama adalah tokoh yang tidak ternama (bukan tokoh agung seperti dalam tragedi). Dalam kehidupan sehari-hari sebutan melodramatik kepada seseorang seringkali merendahkan martabat orang tersebut, karena dianggap berperilaku yang melebih-lebihkan perasaannya. Drama-drama Hamlet dan Macbeth disamping bersifat tragedi juga bersifat melodrama. Ada beberapa hal yang dilebih-lebihkan di dalam kedua drama besar itu. Romeo dan Yuliet dipandang dari cintanya yang begitu tinggi juga dapat dinyatakan sebagai melodrama.
(5) Dagelan (Farce)
Dagelan adalah drama kocak dan ringan, alurnya tersusun berdasarkan arus situasi dan tidak berdasarkan arus situasi, tidak berdasarkan perkembangan struktur dramatik dan perkembangan cerita sang tokoh. Isi cerita dagelan ini biasanya kasar, lentur, dan fulgar.
Jika melodrama berhubungan dengan tragedi, dagelan berhubungan dengan komedi. Dalam dagelan alur dramatiknya bersifat longgar. Ceritanya mudah menyerah kepada selera publik. Dagelan adalah bentuk entertainment yang lemah dan murahan. Di samping struktur dramatiknya yang lemah, dalam dagelan juga tidak terdapat kesetiaan terhadap alur cerita. Irama permainan dapat menggendor dan ketepatan waktu tidak dipatuhi. Tokoh-tokohnya mungkin tidak mempertahankan wataknya secara ajeg dari awal sampai akhir lakon. Tokoh yang serius dapat saja tiba-tiba menejadi kocak karena tuntutan kekocakan yang harus diciptakan. Drama-drama dari Teater Srimulat kiranya dapat dijadikan contoh yang tepat dari dagelan ini. Lakon duka pun dapat menjadi banyolan yang menggembirakan karena kelonggaran struktur dramatiknya.

0 komentar:

Posting Komentar