Kamis, 14 Mei 2009

0

Bahasa dan Jenis Kelamin

Kurath (1939:43) mengemukakan “…they shoul be male because in the Western nation women’s speech tends to be more self-conscious and classconcious than mens…” (…mereka, yaitu responden haruslah laki-laki karena dalam masyarakat barat tutr wanita itu cenderung lebih sadar-diri dan sadar kelas daripada laki-laki…)
Orton (1962:15) mengemukakan “…in this country (England) men speak vernacular more frequently, more consistenly, and more genuinely than women, and the same could be true elsewhere..” (…di negara (Inggris) laki-laki lebih banyak berbicara dalam bahasa aslinya, lebih taat asaa, dan lebih rapi daripada perempuan, dan hal semacam ini bisa berlaku di mana saja…
Watrburg (1925:133) mengemukakan “ Everyone knows that as far as language is concerned women are more conservative than men, they conserve the speech of ours forbears more faithfully” (Sepanjang menyangkut bahasa, setiap orang tahu wanita itu lebih konservatif daripada pria, mereka lebih fanatik menyimpan tutur warisan bahasa kita)
Coates (1987:42) mengemukakan “Women hardly ever leave their village, unlike men;women stay at home and talk ‘chat’ to each other and don’t mix with strangers;women don’t do militaryservice” (Wanita itu hampir tidak pernah meninggalkan desanya, tidak seperti pria;wanita tinggal di rumah dan ngobrol dengan sesama wanita yang lain, dan tidak bergaul dengan orang asing, wanita tidak mengikuti wajib militer)
Mc Intosh (1952) mengemukakan “As to sex, there is no evidence which shows conclusively whether men or womwn better informants in Scotland” (Dalam hubungan dengan jenis kelamin, tidak ada bukti yang konklusif apakah pria atau wanita yang lebih baik jadi informan di Skotlandia

Gerak Anggota Badan dan Ekspresi Wajah
• Perbedaan pria dengan wanita itu mungkin tidak langsung menyangkut masalah bahasa atau strukturnya, melainkan hal-hal lain yang menbarengi tutur. Hal lain dan yang umum ialah gerak anggota badan (gesture) dan ekspresi wajah. Gesture adalah gerak anggota badan seperti kepala, tangan, jari yang menyertai tutur.

Suara dan Intonasi
· Banyak orang yang bisa mengenal suara pria atau wanita karena secara umum bisa dikatakan suara pria relatif lebih besar daripada wanita.
Kita juga bisa merasakan dalam hal wicara, setidaknya terlihat pada beberapa suku di Indonesia, suara wanita lebih lembut dibandingkan dengan suara pria. Hal ini sedikit banyak berkaitan dengan nilai sosial (social value) atau tata krama dan sopan santun yang terdapat pada orang itu.
Kita bisa melihat dalam hal intonasi, misalnya intonasi “memanjang” pada bagian akhir kalimat lebih banyak pada wanita.

Fonem sebagai Ciri Pembeda
• Vokal pada tutur wanita, dalam banyak logat atau ragam bahasa Inggris Amerika, telah ditemukan posisinya lebih “meminggir” atau “menepi” (lebih ke depan, ke belakang, lebih tinggi, atau lebih rendah) dibandingkan dengan vokal pria
• Perbedaan ragam pria-wanita mungkin tidak hanya berkisar pada tataran fonologi, melainkan juga pada tataran morfologi, kosakata dan kalimat. Perbedaan bahasa pria dan wanita seperti tiu memeng tidak bisa diterangkan atas dasar perbedaan sosial karena di antara kedua kelompok itu memeng tidak ada rintangan sosial. Jadi, perbedaan itu tidak bisa diterangkan atas dasar kelas sosial, dialek geografis, atau etnik.

Kasus Hindia Barat
Ketika orang-orang Eropa pertama kali tiba di Kep.Antillen Kecil Hindia Barat, dan mengadakan kontak dengan orang Indian Karibia yang tinggal di sana, mereka menemukan pria dan wanita “menggunakan bahasa yang berbeda”. Pengamatan menunjukkan mereka itu bukan mebggunakan bahasa yang berbeda, melainkan hanya ragam yang berbeda dalam satu bahasa, dan itu pun hanya menyangkut sejumlah kosakata dan frase. Pria mempunyai sejumlah kosakata dan frase khusus untuk mereka. Sebaliknya, para wanita juga mempunyai kosakata dan frase khusus yang tidak pernah digunakan kaum pria

Teori Tabu
© Tabu memegang peranan penting dalam bahasa.
© Dalam masyarakat Indonesia, terutama dalam bahasa daerah, sering dikatakan wanita lebih banyak menghindari penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan alat kelamin atau kata-kata “kotor” yang lain. Kata-kata ini seolah-olah ditabukan oleh wanita, atau seolah-olah menjadi monopoli pria

Teori Sistem Kekerabatan
• Bahasa Chiquito, bahasa Indian Amerika di Bolivia, bila seorang wanita ingin mengatakan ‘kakak saya laki-laki’, ia mengatakan icibausi, sedangkan seorang pria mengatakan tsaruki. Perbedaan kosakata ini jelas bukan karena masalah tabu, melainkan akibat dari sistem kekerabatan dan sistem jenis kelamin saja pada orang Chiquito. Perbedaan kata itu didasarkan atas jenis kelamin dari penutur atau orang yang menyapa
• Berbeda dengan di Indonesia, pembedaan didasrkan pada orang yang disapa atau yang disebut, bukan kepada orang yang bertutur. Kata paman dan bibi mengacu pada jenis kelamin yang berbeda dari orang yang kita sapa. Yang menyebut paman dan bibi adalah kemenakan orang-orang itu, tidak perduli apakah kemenakan itu laki-laki atau perempuan

Konservatif dan Inovatif
Ada situasi yang menari dalam perbedaan ragam tutur pria dan wanita yang tidak bisa dijelaskan dengan teori tabu. Dalam bahasa Koasati (bahasa Indian Amerika), tutur pria cenderung mengarah kepada bunyi /s/ pada bagian akhir kata, sedangkan pada wanita tidak demikian. Jenis perbedaan ini jelas memberikan petunjuk ragam wanita lebih kuna daripada ragam pria. Tutur wanita lebih konservatif daripada tutur pria. Tutur pria bersifat inovatif atau pembaharuan

Sikap Sosial dan Kejantanan
• Ada perbedaan-perbedaan kecil yang kurang jelas dan sifatnya “di bawah sadar” ditemukan dalam penelitian terhadap bahasa Inggris di Amerika maupun di Inggris. Ada sejumlah kata dan frase cenderung terkait dengan jenis kelamin. Misalnya kata-kata sumpah serapah mungkin lebih cocok untuk pria daripada wanita.
• Perbedaan tata bahasa (gramatika) mungkin juga ada, sebagaimana terlihat dari hasil survai-survai pada dialek perkotaan
• Keragaman bahasa berdasarkan jenis kelamin timbul karena bahasa sebagai gejala sosial erat hubungannya dengan sikap sosial. Secara sosial, pria dan wanita berbeda karena masyarakat menentukan peranan sosial yang berbeda untuk mereka, dan masyarakat mengharapkan pola tingkah laku yang berbeda.
• Semakin lebar dan semakin kaku perbedaan antara peran sosial pria dan peran sosial wanita dalam suatu masyarakat, semakin lebar dan semakin kaku pula kecenderungan perbedaan bahasa yang ada
• Ragam bahasa berdasrkan kelompok etnik dan kelompok sosial adalah akibat dari jarak sosial (social distance), sedangkan ragam bahasa berdasarkan jenis kelamin adalah akibat dari perbedaan sosial (social difference)

Prestise Tersembunyi
• Kita sudah mempunyai culup banyak bukti nilai sosial (social value) dan peranan jenis kelamin (sex roles) dapat mempengaruhi sikap penutur terhadap sesuatu variasi kebahasaan tertentu. Penutur yang banyak memperhatikan tuturnya secara linguistik akan cenderung menggunakan ragam bahasa yang melambangkan status prestise ini, dan hal ini tampak pada wanita
• Penutur pria di Norwich, pada tingkat di bawah sadar, begitu menyenangi bentuk-bentuk tutur yang nonbaku dan berstatus rendah sedemikian rupa sehingga mereka mengaku menggunakan bentuk-bentuk ini meskipun mereka mereka tidak menggunakannya. Sebagian besar dari pria itu lebih tertarik menghendaki prestise tersembunyi daripada memperoleh status sosial. Bagi pria di Norwich tutur kelas buruh adalah penuh status (statusful) dan berprestise (prestigious). Perbedaan tampak pada wanita, yang menjadi pelapor meninggi. Perbedaan sikap ini menyebabkan perbedaan ragam pria-wanita

Wanita sebagai Pelopor Perubahan
• Di daerah Larvik, Norwich Selatan para wanita memelopori perubahan. Pertama, para bapak di wilayah pedesaan akan lebih konservatif pada anak laki-laki mereka. Kedua, anak laki-laki lebih konservatif daripada ibu-ibu dan saudara-saudara perempuan mereka. Ketiga, para wanita lebih banyak kemungkinannya menggunakan bentuk-bentuk perkotaan yang lebih tinggi prestisenya daripada bentuk-bentuk pedesaan, dan secara keseluruhan menjadi satu generasi lebih maju daripada penutur pria
• Peranan perbedaan jenis kelamin yang berperan dalam perubahan bahasa. Penutur pria cenderung lebih inovator, kecuali kalau perubahan itu terjadi ke arah norma baku. Jika perubahan itu ke arah norma baku, wanita cenderung menjadi pelopornya
• Jadi, ragam pria-wanita itu akibat perbedaan sikap sosial terhadap tingkah laku pria dan wanita, dan dari sikap yang dimiliki pria dan wanita itu sendiri terhadap bahasa sebagai lembaga sosial. Sikap ini sangat penting dalam situasi kependidikan


Penelitian di Indonesia
• Penelitian ragam bahasa pria dan wanita di Indonesia belum banyak dilakukan. Satu diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Multamia Lauder dan Basuki Sahardi (1988) tentang sikap kebahasaan kaum wanita di sebagian kota Jakarta. Secara umum dapat dikatakan sikap kebahasaan wanita cenderung mendua. Wanita lebih konservatif daripada pria
• Sikap wanita yang mendua sejalan dengan dugaan Elyan dkk. (1988) wanita itu bersifat “androgini” (mendua). Menurut Elyan, wanita-wanita di kota-kota besar cenderung mendua; mereka ingin maju dan kuat (perkasa) seperti pria, namun tidak mau kehilangan kefemininan.
• Mengenai pemakaian bahasa daerah dan bahasa Indonesia, hasil penelitian Yayah B. Lumintaintang (1990) terhadap sejumlah keluarga “kawin campur” Jawa-Sunda atau Sunda-Jawa dihasilkan bahwa faktor etnik ikut mempengaruhi sikap laki-laki terhadap bahasa. Laki-laki bisa menjadi faktor pendorong pemakaian bahasa Indonesia, atau bisa pula tidak

Ragam Bahasa Waria dan “Gay”
• Waria (singkatan dari wanita-pria) atau wadam (Wanita-Adam atau Hawa-Adam) merujuk kepada orang-orang yang secara biologis atau fisik berkelamin laki-laki tetapi berpenampilan (berpakaian dan berdandan) serta berperilaku seperti atau mengidentifikasikan diri sebagai perempuan.
• Gay (Homoseks atau homo) merujuk kepada laki-laki yang menyukai sesama laki-laki secara emosional-seksual.
• Dede Oetomo meneliti waria dan gay di Surabaya dan sekitarnya. Bahasa mereka, sebagaimana model bahasa “rahasia” lainnya, tampak “kelainannya” karena adanya sejumlah kosakata yang khas yang berbeda dengan kosakata umum.
• Waria biasanya merupakan kelas “bawah” berasal dan beroperasi di kota kecil, sebagian “melacurkan diri” di tempat-tempat tertentu dan sebagian lagi bekerja sebagai penata rambut dan sebagainya
• Gay berasal dari golongan kelas menengah di kota Surabaya dan orientasinya kepada bahasa Indonesia yang memang lebih banyak menjadi bahasa kelas menengah ke atas. Tetapi, gay juga memakai bahasa Jawa. Dengan demikian, menurut Dede, gay Itu dwibahasawan
• Bahasa mereka dapat ditinjau dari dua segi, yaitu pertama, struktur pembentukan istilah dengan kaidah perubahan bunyi yang produktif dan teramalkan; kedua, penciptaan istilah baru atau pemberian makna lain pada istilah umum yang sudah ada

Sosiolinguistik

0

SOSIOLINGUISTIK DAN ILMU-ILMU LAINNYA

1. Berbagai Batasan:
- Holliday (1970), menyebut sosiologuistik sebagai linguistik institusional (institutional linguistics), berkaitan dengan pertautan bahasa dengan orang-orang yang memakai bahasa itu (deals with the relation between a language and the people who use it).
- Pride dan Holmes (1972):...the study of language as part of culture and society (bahasa sebagai bagian dari kebudayaan dan masyarakat).
- Holmes dan Hudson (1980): the study of languge in relation to society (kajian tentang bahasa dalam kaitannya dengan masyarakat.
Warna batasan Sosiolinguistik, meliputi 3 hal, yaitu: bahasa, masyarakat, dan hubungan antara masyarakat dengan bahasa

2. Sosiolinguistik dengan sosiologi:
- Secara konkret, sosiologi mempelajari kelompok-kelompok dalam masyarakat, seperti keluarga, Clan (sub suku), bangsa.
- Sosiolinguistik memiliki persamaan dengan sosiologi, artinya sosiolinguistik memerlukan data atau subjek lebih dari satu orang individu
- Ragam bahasa menjadi salah satu objek sosiolinguistik
- Objek utama sosiologi bukan bahasa, melainkan masyarakat,
Tujuan: mendiskripsikan masyarakat dan tingkah laku
- Objek utama sosiolinguistik: Variasi bahasa, bukan masyarakat

3. Sosiolinguistik dengan linguistik umum:
- Linguistik: mencakup struktur bahasa, struktur bunyi, struktur morfologi, struktur kalimat dan struktur wacana
- Linguistik mempunyai pandangan monolitik terhadap bahasa
- Bahasa dianggap sebagai sistem yang komponen-komponennya bersifat homogen
- Sosiolinguistik tidak mengakui adanya konsep monolitik; setiap bahasa mempunyai sejumlah variasi
- Sosiolinguistik lebih menitikberatkan fungsi bahasa dalam penggunaan, makna bahasa secara sosial

4. Sosiolinguistik dengan Dialektologi:
- Dialektologi adalah kajian tentang variasi bahasa
- Kajian sosiolinguistik yang bersifat kesejahteraan tampak pada kajian tentang pergeseran atau kepunahan bahasa
- Sosiolinguistik menitikberatkan kajiannya atas variasi bahasa bukan tas dasar batas-batas regional atau batas-batas alam, melainkan pada batas kemasyarakatan

5. Sosiolinguistik dengan Retorika
- Retorika merupakan kajaian tentang tutur terpilih (selected speech). Salah satu cabangnya adalah kajian tentang gaya bahasa (style).
- Dalam hal variasi bahasa, retorika mempunyai kesejajaran dengan sosiolinguistik, yaitu variasi bahasa sebagai objek studi keduanya
- Sosiolinguistik mempelajari semua variasi yang ada, kemudian dikaitkan dengan dasar atau faktor yang memunculkan variasi itu
- Retorika cenderung ke arah kajian tutur individu

6. Sosiolinguistik dengan Psikologi sosial
- Psikologi sosial Paduan antara kajian sosiologi dengan psikologi
- Sosiolinguistik berkaitan dengan bahasa masyarakat, hubungan antara sosiolinguistik dengan psikologi sosial tentu ada. Hubungan itu bisa kita lihat pada segi metodologi
- Psikologi sosial lebih berwawasan sosial (social oriented)
- Pendekatan psikologi sosial bisa dipakai dalam menganalisis misalnya sikap bahasa (language attitude)

7. Sosiolinguistik dengan Atropologi:
- Bagi Antropologi bahasa seringkali dianggap sebagai ciri penting bagi jati diri (identitas) bagi sekelompok orang berdasarkan etnik
- Salah satu teknik pengamatan yang banyak dipakai sosiolinguistik (yang biasa dipakai oleh antropologi) adalah apa yang disebut pengamatan berpartisipasi (participant observation)