Selasa, 25 Agustus 2009

Masyarakat Aneka Bahasa

1. Nasionalitas dan Nasion
1. Dalam hubungan dengan batas-batas yang tidak begitu jelas antara “bangsa” dan bahasa dalam masyarakat majemuk (plural society), muncullah konsepsi Fishman (1968 a:1972) tentang nasionalitas (nationality) dan nasion (nation). Kita tidak bisa menerjemahkan kedua istilah itu denagn kebangsaan dan bangsa, sebab keduanya mempunyai makna yang tidak selaras bahkan mungkin bisa dianggap bertentangan.
2. Menurut Fishman, nasionalitas adalah sekelompok orang yang merasa sebagai suatu satuan sosial (social unit) yang berbeda dari kelompok lain, tetapi tidak didasarkan atas ukuran lokal (wilayah)
3. Kelompok etnik merupakan organisasi sosiokultural yang “lebih sederhana”, lebih kecil, lebih khas, lebih lokalistik”
4. Menurut Fishman, nasion adalah “suatu satuan politik teritorial yang sebagian besar menjadi atau makin menjadi dibawah kontrol (kendali) nasionalitas tertentu. Fishman tidak menjelaskan seberapa jauh kontrol nasionalitas atas wilayah itu sehingga suatu kelompok bisa disebut nasion
5. Batasan Fishman itu dapat dipakai untuk berbicara tentang negara multinasional atau negara anekabangsa (multinational) atau “bangsa yang terdiri dari berbagai bangsa”
6. Negara multinasinal itu lebih kurang stabil dibandingkan nasion-multietnik.

2. Peranan Bahasa dalam Nasionalisme dan Nasionisme
1. Nasionalisme adalah perasaan yang berkembang dari dan mendukung nasionalitas. Nasionisme lebih mengacu kepada masalah-masalah kekuasaan yang pragmatik
2. Menurut Fishman, peranan bahasa dalam nasionisme sangat gamblang. Bahasa akan menjadi masalah bagi nasionisme dalam dua bidang, yaitu bidang administras pemerintahan dan pendidikan
3. Proses memerintah itu memerluakn komunikasi, baik komunikasi antar lembaga maupun komunikasi antara pemerintah dengan rakyat
4. Sepanjang menyangkut nasionisme, bahas apa pun asalkan bisa menjalankan fungsi dengan baik akan menjadi pilihan terbaik
5. Pendidikan mememrlukan bahasa pengantar yang mampu mengalihkan pengetahuan secara efisien kepada anak
6. Peranan bahasa dalam nasionalisme di lain pihak lebih tidak kentara. Bahasa, bersama dengan kebudayaan, agama, dan sejarah merupakan komponen nasionalisme
7. Bahasa bertindak sebagai rantai penghubung dengan kejayaan masa lampau dan keotentikan
8. Bahasa bukan hanya wahana bagi sejarah nasionalitas saja, melainkan juga merupakan bagian dari sejarah itu sendiri. Sepanjang menyangkut “keotentikan”, besarlah keuntungan nasionalitas itu jika ia mempunyai bahasa sendiri
9. Peranan lain yang bisa dimainkan oleh bahasa dalam nasionalisme adalah “contrastiveself-identification” (identifikasi-diri yang konstrastif) atau yang oleh Garvin dan Mathiot (1956) disebut “unifying and separating function” (fungsi yang menyatukan dan sekaligus memisahkan)
10. Istilah-istilah ini mengacu kepada perasaan warga nasionalitas yang menyatukan dan mengidentifikasikan diri dengan orang-orang lain yang berbicara dalam bahasa yang serupa, dan sekaligus mengontraskan (menghadapkan) dengan dan terpisahkan dari mereka yang tidak berbicara dalam bahasa serupa
11. Nasionalisme secara sadar berusaha membangun bahasa yang semula merupakan ragam regional atau ragam sosial yang dipakai tanpa kesadaran dan tidak secara emosional mengikat para penuturnya, menjadi bahasa yang lebih baku dan modern, yang otentik, dan menyatukan, yang harus dipergunakan secara sadar pula dan diperjuangkan secara sungguh-sungguh
12. Sikap orang Paraguay terhadap bahasa ternyata mendua (ambivalen). Bahasa Guarani dipakai untuk memenuhi fungsi “menyatukan dan memisahkan”
13. Paraguay memilih bahasa Guarani sebagai bahasa pendidikan, karena jelas bahasa itu dapat memperkuat nlai simbolik bahasa nasional dan karena itu juga menjalankan tujuan-tujuan nasionalisme

3. Keanekabahasaan sebagai Masalah
Keanekabahasaan bekerja berlawanan dengan arah nasinalisme. Negara-bangsa (nation-state) itu tampak lebih stabil daripada negara anekabahasa, dan berdasarkan pentingnay bagi nasionalisme, maka perkembangan rasa nasion terasa lebih sulit bagi negara anekabahasa daripada negara ekabahasa
Masalah bahasa bagi nasionalisme lebih bersifat pragmatik daripada simbolik, maka pemecahan masalah yang bersifat nasionis sering menimbulkan masalah yang bersifat nasionalis
Bagi suatu nasionalitas yang baru saja memperoleh wilayah, bahasa yang diinginkan sebagai lambang nasional adalah bahasa dari negara yang menolak campur tangan dari luar
Masalah konflik antara nasionalisme dengan nasionisme, dalam dunia pendidikan, agak berbeda, Strategi bahasa terbaik bahasa dalam pendidikan ialah memakai berbagai bahasa etnik

4. Efek Keanekabahasaan Kemasyarakatan
Kalau benar bangsa yang anekabahasa itu mempunyai masalah-masalah yang tidak ada dalam bangsa ekabahasa tentu ada kemungkinan untuk menunjukkan bahwa negara-negara anekabahasa itu tidak beruntung, dan efek semacam itu harus dapat diukur dengan cara tertentu.
Pool (1972) mencoba meneliti masalh in dengan menganalisis 133 negara atas dasar jumlah bahasa dan Pendapatan Domestik Bruto (GDP). Ia menemukan:
Suatu negara dapat saja mempunyai derajat keseragaman bahasa, tetapi tetap menjadi negara tidak berkembang (miskin)
Suatu negara yang seluruh penduduknya sedikit banyak berbicara bahasa yang sama bisa saja sangat kaya atau sangat miskin
Suatu negara yang secara linguistik sangat heterogen (beranekaragam) selalu tidak berkembang (miskin) atau setengah berkembang (setengah miskin)
Suatu negara yang sangat maju (berkembang) selalu mempunyai keseragaman bahasa yang baik



5. Bagaimana Bangsa Anekabahasa Berkembang
Dalam sejarah terbentuknya bangsa yang anekabahasa kita melihat setidak-tidaknya ada empat pola, yaitu:
Migrasi: Migrasi atau perpindahan penduduk yang menimbulkan masalah kebahasaan hakikatnya dapat dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama adalah sekelompok besar penduduk yang melebarkan sayap ke wilayah lain yang sudah dihuni oleh kelompok-kelompok lain. Kedua, sejumlah anggota etnik memasuki wilayah yang sudah di bawah kontrol nasionalitas lain.
Penjajahan: Proses penjajahan (politik, budaya, atau ekonomi) kontrol itu dipegang olehsejumlah orang yang relatif sedikit dari nasionalitas pengontrol yang tinggal di wilayah baru itu. Bahasa asing meluncur masuk ke suatu negara tetapi nasionalitas pemilik bahasa asing itu tidak memegang kontrol politik. Ragam-ragam penajajahan itu mempunyai pengaruh dalam pengenalan bahasa penjajah ke masyarakat lain. Kadang-kadang orang penjajah itu pada akhirnya mungkin hanya sedikit sekali yang tinggal; tetapi bahasanya itulah yang justru memegang peranan penting. Dalam hal penjajahan politik atau aneksasi, bahasa penjajah dipakai di bidang pemerintahan dan pendidikan
Federasi: Yang dimaksud dengan federasi ialah penyatuan berbagai etnik atau nasionalitas di bawah kontrol politik satu negara. Ini bisa karena sukarela atau paksaan. Federasi paksaan terjadi karena pengaruh kolonialisasi di Asia dan Afrika. Berbagai negara anekabahasa digabungkan dengan paksa, sehingga pengaruh sosiolinguistiknya terasa sampai sekarang
Wilayah Tapal Batas: Asal mual keanekabahasaan bisa terjadi di wilayah perbatasan. Setiap negara harus memiliki tapal batas yang jelas. Komplikasi di wilayah perbatasan biasanya bisa dihubungkan dengan perang. Bangsa yang kalah perang biasanya dipaksa untuk menyerahkan (sebagian) wilayahnya kepada yang menang.
Kemerdekaan Indonesia, 1945, sedikit banyak menumbuhkan “federasi” berbagai kelompok sosiokultural

6. Paraguay, India, dan Indonesia
Paraguay sangat dekat dengan multietnik. Ia memiliki bahasa nasional (Guarani) yang dipakai oleh sebagian warganya. Bahasa Guarani mengisi fungsi simbolik bahasa nasional itu, terutama dalam fungsi menyatukan dan memisahkan
India adalah “raksasa sosiolinguistik”. Khubchandani menyebut adanya 200 kelompok bahasa dan Grimes menyebut jumlah 312 bahasa di India. Fasold juga mengutip Le Page yang menyebut 844 bahasa, termasuk 63 bahasa “non-India”
India lebih banyak mengarah ke titik nasion multietnik daripada yang kita perkirakan sebelum in. Ukuran nasionalisme yang didasarkan atas pendukungan dan pemakaian bahasa tidaklah berlaku dengan baik di India
Tidak seperti Paraguay dan Idia, yang mengenal bahasa bekas penjajahnya. Indonesia tetap stabil dari situasi sosiolinguistik yang meraksasa, dan karena itu Indonesia lebih mengarah ke negara multietnik.
Masalahnya bagi Indonesia ialah bagaimana mengembangkan bahasa Indonesia itu bagi semua warga negara dan warga etnik tetapi tidak secara drastis mematikan bahasa etnik itu. Ini menyangkut masalah seperti diglosia, sikap bahasa, pergeseran bahasa, pemertahanan bahasa, dll.

7. Diglosia dalam Masyarakat Anekabahasa
1. Ferguson melihat para penutur bahasa kadang-kadang memakai ragam tertentu untuk situasi tertentu dan memakai ragam lain untuk situasi lain. Kemudian ada suatu situasi yang di dalamnya ada dua ragam dari satu bahasa hidup berdampingan dengan peran masing-masing dalam masyarakat itu. Inilah yang disebut diglosia
2. Fungsi adalah kriteria yang paling penting bagi diglosia
Sikap penutur dalam guyup diglosia ialah bahwa H itu superior (unggul), lebih gagah, dan lebih nalar (logis)
3. Warisan tradisi tulis-menulis, mengacu kepada banyaknya kepustakaan yang ditulis dalam H dan dikagumi warga guyup
4. Aspek diglosia yang penting adalah perbedaan pola pemerolehan bahasa ragam H dan L
Diglosia biasanya merupakan gejala yang stabil karena diglosia memang dikehendaki agar selalu ada dua ragam bahasa dipertahankan dalam satu guyup
5. Ciri tatabahasa, dapat dikatakan ada banyak perbedaan kaidah tatabahasa antara H dan L, meskipun keduanya merupakan bahasa yang sama
6. Dalam hal kosakata, sebagian besar kosakata H dan L memang sama, tetapi dalam situasi diglosia selalu saja ada kosakata yang berpasangan
7. Ciri fonologi, sistem bunyi H dan L itu membentuk suatu struktur fonologi tuggal, fonologi L merupakan sistem dasar dan unsur-unsur sebaran fonologi H merupakan sub-sistem (sistem bawahan) atau parasistem (sistem atasan)

0 komentar:

Posting Komentar